Sewaktu kecil, Jakarta di mata saya seolah kota yang tidak terjamah. Muncul di film-film yang saya tonton--kadang diam-diam atau hasil merengek supaya diizinkan--di TV pada Sabtu malam bersama keluarga. Terasa sejauh negeri dongeng dan menumbuhkan penasaran. Seperti apa sih rasanya menginjakkan kaki di sana? Memikirkannya saja sungguh menggairahkan. Saya tidak ingat kapan tepatnya pertama kali ke Jakarta. Kesan yang saya ingat samar-samar adalah: Oh… ternyata Jakarta itu panas. Ya ampun, polos banget ya. Setelah besar, Jakarta tak lagi terasa asing. Meski tidak tinggal di Jakarta, tapi acap kali saya pergi ke sana untuk urusan berbagai pekerjaan. Kadang singgah beberapa hari, sering kali hanya pulang pergi.
Sebagai ibu kota dan salah satu kota sibuk di Asia Tenggara dan menduduki peringkat Sembilan sebagai kota terpadat di dunia versi World Economic Forum, wajar saja jika Jakarta memiliki banyak polemik di dalamnya. Apalagi kepadatan penduduknya kurang lebih mencapai 9.600-an jiwa tiap satu kilometernya. Tingkat stresnya pun besar karena tuntutan mobilitas tinggi. Kebutuhan mobilitas ini menyebabkan jumlah kendaraan di Jakarta kian meningkat. Tanpa harus membayangkan, tergambar jelas produksi polusi seperti apa yang dihasilkan. Menyebabkan paru-paru warga Jakarta setiap hari harus terkontaminasi polutan dengan jumlah besar. Belum bisa diprediksi juga kapan tren penambahan jumlah kendaraan pribadi ini akan berakhir.
Sekarang bayangkan jika 9.600 orang tiap satu kilometer persegi memiliki motor masing-masing, atau setidaknya setengahnya memiliki motor pribadi yang artinya tiap satu kilometer persegi ada 4.800 motor. Jakarta memiliki luas 661,5 kilometer persegi, maka total motor di Jakarta jika setengah penduduk tiap satu kilometer persegi memiliki motor adalah 3.175.200 motor. Banyakkan? Coba bayangkan polusi dari lebih dari tiga juta motor itu. Mengerikan? Ya iyalah. Iya, itu baru hitungan berdasar asumsi. Menurut data, mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pernah menyampaikan bahwa berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2015 jumlah kendaraan roda 2 (motor) tercatat ada sebanyak 13,9 juta. Lebih banyak 10 juta-an dari asumsi tadi, dan itu baru tahun 2015. Apa kabarnya dengan jumlah motor di tahun 2019? Biasanya sih bertambah tahun bertambah jumlahnya.
Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, “Kapan ya Jakarta tidak berpolusi? Kapan ya Jakarta tidak macet? Kapan ya Jakarta punya lingkungan yang bersahabat?” Bukan berarti tidak ada solusi yang bisa kita perjuangkan, lho. Konon ceritanya duku ketika warga Jakarta masih menerapkan pola hidup sehat seperti berjalan kaki, naik sepeda, dan naik kendaraan umum di era 70 atau 80-an, kita akan mendengar kisah hidup mereka di Kota Jakarta yang meski padat tapi berudara segar. Kemudian terbesit dalam kepala bahwa zaman telah berbeda. Betul, segalanya telah berubah. Tetapi bukankah tiap zaman selalu menyediakan solusi untuk semua masalah zamannya? Kita tetap bisa optimis. Ya, kita. Karena kuncinya ada pada kita, baik penduduk tetap Jakarta maupun pelancong seperti saya.
Sumber foto mojok dot co |
Pengalamanku kerja bertahun-tahun di Jakarta, memilih transportasi busway dan krl jadi pilihan kepraktisan dan memangkas beaya.
BalasHapusKelebihan lain naik busway, bisa ikut muter kemana-kemana asalkan ngga keluar dari halte untuk berganti jalur busway :)
Jadi inget jaman masih ngantor, kalau ada agenda ke Jakarta pasti harus berangkat dari jam 3 subuh dari Bandung supaya bisa sampai sebelum jam 8 pagi. Tapi tetep aja kadang suka telat, macetnya udah parah bgt ya Jakarta. Aku setuju sih dengan menggunakan transportasi umum, kemacetan Jakarta bisa berkurang
BalasHapusDuh saya ingin banget naik bus kerja tuh tapi di Bandung mah malesin, ga jelas jadwal bus nya
BalasHapusPaling praktis pake kendaraan umum, ga harus nyetir dan mikirin parkir hehe. Klo di Jakarta pada kompak pake bus, pasti bisa mengurai kemacetan, ya.
BalasHapusselama di jakarta aku selalu make metromini dan bus.
BalasHapusbuatku selain lebih murah tapi juga mendapatkan pengalaman hidup saat pagi dan sore :D
Bagi saya, kendaraan umum apapun selalu menyenangkan. Semoga dimasa depan, fasilitas transportasi menjadi lebih baik lagi, terutama keamanan dan kebersihnnya.
BalasHapusJakarta oh Jakarta.... dibalik hiruk pikuknya selalu banyak kenangan ya teh..... met jalan2 di Jakarta.
BalasHapusDi Jakarta enak juga naik bis ya, Pa :)
BalasHapusSuka banget sama temen-temen di Jekarda.
BalasHapusbeberapa teman sengaja naik bis kemana-mana karena lebih cepat, katanya...
Saluut sama pemerintah kota Jakarta yang menyediakan alat transportasi mudah dan praktis.
Semoga kesadaran untuk memanfaatkan transportasi semakin meningkat.
BalasHapusDa kalau saya mah tergantung sangaaad sama transportasi publik. Juga semoga fasilitas transportasi publik juga semakin dibenahi. Biar makin banyak yg mau pakai