Pancasila,

Saling Menginspirasi Dengan Mengaplikasikan Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari

08.52 Eva Sri Rahayu 9 Comments



Bulan Juni lalu, media sosial pernah heboh dengan postingan "Saya Indonesia, Saya Pancasila". Kebanyakan yang memposting adalah orang-orang generasi milenial. Ada yang melihat segi positifnya, ada yang melihat dari segi negatifnya.
Kemudian, dari sekian banyak reaksi, ada satu status yang membuat saya resah. Status itu menyebutkan kurang menyukai kehebohan tersebut. Intinya sih mempertanyakan sebenarnya sepancasila apa sih orang-orang yang membuat postingan itu dibandingkan orang-orang zaman beliau yang mengenyam "penataran P4". Mungkin beliau merasa jengah karena merasa orang-orang yang memposting itu hanya ikut-ikutan tanpa mengerti sebenarnya apa yang terkandung dalam Pancasila, dan boro-boro mengamalkannya dalam sikap dan kehidupan sehari-hari.
Saya resah dan sedih membacanya. Karena menurut saya, ketimbang menyinyiri hal itu, lebih baik melihat dari segi positif. Mungkin ada atau banyak memang di antara yang posting itu yang hanya ikut-ikutan. Tapi dilihat dari sisi lain, bukannya hal itu menjadi bibit yang baik ketika generasi milenial yang suka dipandang rapuh, justru mulai memperlihatkan ketertarikan pada ideologi bangsa ini. Ketertarikan itu seyogyanya dimanfaatkan untuk memberi edukasi mengenai penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Bicara Pancasila, bicara lima prinsip bangsa yang telah kita hafal di luar kepala. Namun, kayaknya kok susah ya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal tanpa sadar setiap kita sudah banyak mengamalkannya. Misalnya saja memberikan tempat duduk pada orang tua dalam kereta yang penuh, membuang sampah pada tempatnya, dengan tidak menjelek-jelekan agama lain, enggak melakukan bullying, cinta tanah air dengan melakukan hal yang tampak kecil padahal mengharukan seperti menjadi panitia lomba 17an di daerah tempat tinggal, sampai mengapresiasi penulis Indonesia dengan membeli karyanya bukan meminta gratis.

Ternyata mengamalkan Pancasila enggak seribet dan sekaku itu kan?

Jadi sebenarnya mengedukasi tentang Pancasila ini juga enggak ribet. Ketika saat ini warga Indonesia menjadi warganet yang aktif, edukasi bisa dijalankan di lini masa. Contoh yang sekarang sedang booming dilakukan oleh Ivan Lanin. Lewat twit-twitnya, beliau mengedukasi pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mulai dari penggunaan tanda baca, kata baku, hingga penggunaan partikel. Dengan penyampaian yang ringan dan renyah, ternyata warganet menyukainya. Kemudian mulai mempraktikkan.

Apa pun profesi setiap orang, semuanya bisa mengedukasi dan menginspirasi lewat karya di bidangnya masing-masing untuk mengamalkan Pancasila. Misalnya ketika seseorang berprofesi sebagai penulis novel remaja. Dalam tulisannya bisa menceritakan bagaimana indahnya Indonesia ketika warganya mengamalkan Pancasila. Tentunya bukan dalam bentuk tulisan yang menceramahi. Lewat kisah dan bahasa yang mudah dicerna oleh remaja. Misalnya dengan mengangkat keberagaman dan kebudayaan. Ketika mengamalkan Pancasila dibungkus sedemikian rupa sehingga menjadi terlihat keren, remaja akan dengan sukarela mengaplikasikannya dalam keseharian.


 
Tentunya pemerintah pun turut andil dalam hal ini. Buktinya dengan adanya UKP PIP atau Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Unit kerja ini dibuat salah satunya untuk mengedukasi supaya warga Indonesia menjadikan Pancasila Sumber Inspirasi Maju. Karena itu UKP PIP memilih 72 orang sebagai ikon prestasi Indonesia. Diharapkan ke-72 orang tersebut dapat menginspirasi yang lain terutama generasi muda untuk berprestasi di bidangnya masing-masing. Panitia Festival Prestasi UKP-Pancasila membagi ketujuh puluh dua orang ini dalam 4 kategori, yaitu saintis dan inovator, olahraga, seni, budaya, dan pegiat sosial. Usia ke-72 orang tersebut vatiatif. Dari yang muda hingga yang tua.

Terus terang, membaca daftar nama dan prestasi ke-72 ikon ini membuat saya merinding dan terharu. Beberapa di antaranya memang telah membuat saya kagum sejak dari kecil. Mereka adalah Alan Budi Kusuma, Susi Susanti, Garin Nugroho, Nano Riantiarno, dan Taufik Hidayat. Bisa jadi, ada idolamu juga masuk ke dalam daftarnya.

Kenapa dipilih 72 ikon? 72 ikon menandakan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-72. Untuk itu pula diselenggarakan Festival Prestasi Indonesia di Jakarta Convention Center tanggal 21-22 Agustus 2017.
Acara ini terbuka untuk umum dan gratis. 

Kalau kepengin tahu lengkapnya tentang acara ini, bisa dilihat di media sosial UKP PIP di:



Jangan ragu buat datang ke sana ya. Mungkin saja kamu akan menemukan idola baru yang jadi sumber inspirasimu untuk maju dengan mengamalkan Pancasila seperti mereka.


Kita Indonesia,dan kita Pancasila dengan menjadikan ideologi bangsa sebagai sumber inspirasi maju.

You Might Also Like

9 komentar:

  1. Setuju, Va. Menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian itu sebenernya simpel banget. Kenapa bisa simpel....kalo menurutku sih karena nilai-nilai Pancasila itu sangat membumi.

    BalasHapus
  2. Iya banget Teh. Sebenarnya menerapkan nilai Pancasila itu nggak sulit. Paling sederhana buat aku yang masih harus banyak belajar ini sih, latihan untuk nggak menyingkat-nyingkat kata, terutama kata dalam bahasa Indonesia.

    BalasHapus
  3. asal ngerti dan paham akan nilai pancasila dan diamalkan udah lah udah bisa bikin kita saling menghargai dan tidak melukai

    BalasHapus
  4. Hormat pada lima sila buatannya para Founding Fathers. Dan salut buat 72 ikonnya ^^

    BalasHapus
  5. harusnya semua yang tinggal di Indonesia dan mengaku sebagai warna negara indonesia jangan cuma numpang punya KTP indonesia ya. coba diinget2 lagi gimana jaman dulu orang2 dari berbagai suku bangsa dan agama mati2an bikin negara ini merdeka.. skrg malah rame sendiri.. sedih

    BalasHapus
  6. Dimulai dari sendiri untuk menanamkan pancasila. Setuju sekali dengan tulisan ini.

    BalasHapus
  7. Pancasila udah paling cocok sama negara kita yg bhinekka sih.

    BalasHapus
  8. hebatnya pipmpinan kita dulu yang merumuskan pancasila, sdh cocok abnget dengan abngsa kita, jd kenapa banyak yang mau mengubahnya ya

    BalasHapus