Health,

Hayu Dyah Patria: Melestarikan Tanaman Liar Cara Memerangi Kekurangan Gizi yang Masuk Akal

18.14 Eva Sri Rahayu 0 Comments

Sumber E-book SIA 2023

Semenjak menanam di beranda lantai dua, banyak kisah mengesankan bersama para tanaman. Seorang tamu melihat kebun beranda rumah saya dengan mata berbinar, beliau senang sekali melihat tanaman markisa berbuah ranum. Beliau kemudian izin memetik beberapa buah, katanya markisa merupakan obat asam lambung. Saya tercengang mendengarnya, soalnya saya sering kali terkena asam lambung, tetapi tak pernah menyeduh buah markisa untuk mengobatinya. Padahal obatnya tersedia melimpah di rumah sendiri.

Pada hari lainnya, ketika tumbuhan binahong hijau dan merah sudah merambat ke mana-mana, saya memangkas banyak sekali. Sedangkan Aji memotong-motong cabang pohon kamboja untuk ditanam lagi di pot yang lain. Rupanya para tetangga memperhatikan kami. Seorang bocah perempuan tampak bolak-balik masuk ke pekarangan rumah dengan sedih, ibunya berkata bahwa bunga-bunga kamboja sudah lenyap karena dahannya dipindahkan. Ternyata anak itu setiap pagi sarapan sambil mengagumi para bunga, sehingga merasa sangat sedih dan kurang nafsu makan ketika tak melihat mereka. Informasi itu saya dapat dari ibu tetangga lainnya, obrolan kami berujung dengan tawaran saya membagi-bagikan binahong kepada para tetangga. Mereka yang mengetahui betapa banyak manfaat daun binahong menerima tawaran itu, bahkan ada yang mau ikut menanamnya juga. 


Markisa, binahong, ginseng, dan beberapa tanaman lain di kebun beranda saya merupakan tanaman liar yang biasa ditemukan melimpah di perdesaan. Saya tak perlu melakukan perawatan khusus untuk membuat mereka tumbuh subur. Namun, manfaatnya banyak sekali. Pada masa paceklik, saya sering memanen daun ginseng untuk dilalap atau ditumis untuk memenuhi gizi harian kami. Meski sering menceritakan betapa nikmat rasanya dan manfaat kandungannya, saya belum pernah terpikir membuat gerakan pelestarian tanaman liar untuk misi memerangi kekurangan gizi. Saya terkesan sekali ketika membaca gerakan tersebut telah dilakukan Hayu Dyah Patria.   


Hayu Dyah Patria: Melestarikan Tanaman Liar Cara Memerangi Kekurangan Gizi yang Masuk Akal
Tanaman liar yang keberadaannya tampak sangat biasa karena tumbuh di mana-mana sering kali membuat orang-orang menganggapnya rumput liar bahkan hama yang mesti diberangus. Tidak demikian dari sudut pandang Hayu Dyah Patria, ahli teknologi pangan kelahiran Gresik ini melihatnya sebagai solusi untuk memberantas kekurangan gizi. Dengan telaten, dia mengenalkan manfaat tanaman liar kepada warga Galengdowo. Hal itu bermula dari kegelisahannya melihat Data Riset Kesehatan Dasar 2010 yang menyebutkan bahwa angka kekurangan gizi di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 17,9%. Hayu memahami penyebab utamanya karena faktor kemiskinan, sehingga solusinya mesti tersedia pangan bergizi tinggi yang terjangkau oleh masyarakat ekonomi rendah. Pilihannya jatuh pada pelestarian tanaman liar. 




Hayu mengungkapkan akar gerakannya, “Untuk melestarikan tanaman liar, sekaligus memperkuat ketahanan pangan dan memerangi kekurangan gizi dengan cara yang masuk akal.”


Solusi itu datang berkat kejelian Hayu melihat ke sekeliling, dia berpikir, apa yang mudah dijangkau oleh masyarakat kebanyakan. Tanaman liar bisa didapat tanpa merogoh kocek, masyarakat tinggal memetiknya. Hayu kemudian mulai melakukan sosialisasi daun kastuba yang memiliki kandungan mineral berlimpah. Lalu, daun krokot yang merupakan makanan kesukaan jengkrik. Daun itu ternyata kaya akan senyawa asam omega-3 yang dapat mendongkrak kecerdasan karena membantu perkembangan sel otak anak. Bayangkan jika tanaman-tanaman liar itu dilestarikan masyarakat. Dibiarkan tumbuh sendiri saja sudah melimpah, apalagi jika dibudidayakan. Perawatannya pun tidak sulit, sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus. Sebagai pelaku, saya telah mengalami sendiri bagaimana menuai manfaatnya.


Setiap masalah pasti datang bersama solusinya, dan solusi itu sering kali tak pernah jauh, ia begitu dekat hingga tak terlihat.


Kita banyak menemui orang-orang yang mengeluhkan kemiskinan dan kekurangan gizi, mungkin kita sendiri termasuk ke dalamnya, tetapi apa yang dilakukan Hayu berbeda. Kecemasan peraih penghargaan Satu Indonesia Awards dari Astra itu diolah menjadi sebuah gerakan. Gerakan yang bisa diikuti oleh masyarakat tanpa membebani mereka dengan pemikiran harus menyiapkan modal lagi.   


Akhir-akhir ini saya semakin sering gelisah. Pikiran terus berkecamuk hingga tubuh mudah lelah. Saya kembali mempertanyakan banyak hal. Termasuk cara saya menginvestasikan waktu. Apa yang saya kejar dan perjuangkan dengan daya yang saya kerahkan selama ini? Saya masih memegang prinsip bahwa proses merupakan hasil itu sendiri, setidaknya konsistensi sudah merupakan satu pencapaian tersendiri. Segala badai hidup termasuk masalah perekonomian yang terjadi merupakan tantangan untuk membentuk kreativitas pencarian solusi yang logis dan dapat dijalankan. Bukan hanya untuk pribadi, tetapi juga kelompok, dan kalau bisa masyarakat lebih luas. Saya ingin membuat gerakan yang dapat menjadi solusi nyata bagi masalah yang tengah dihadapi. Saya lalu melakukan hal sama dengan Hayu, memperhatikan sekeliling untuk mecari solusi nyata. Kemudian ide mengalir deras. Terus terang, Hayu menginspirasi saya untuk benar-benar bergerak mewujudkan ide tersebut. Tak lagi membiarkannya berhenti menjadi sebatas wacana. 



Pada zaman media sosial seperti sekarang, kita semua bisa turut andil menyebarkan berbagai edukasi, termasuk mengenai manfaat tanaman liar. Kita bisa menyisihkan beberapa waktu untuk mencari tahu mengenai berbagai manfaat tanaman liar kemudian mempostingnya di media sosial. Apa yang kita sebar dalam postingan-postingan bisa berdampak luas. Saya kemudian teringat program penghijauan di RT rumah saya, tanaman liar tersebut bisa saya ajukan untuk dimasukan ke dalam daftar tumbuhan penghijauan. Pasca pandemi orang-orang sudah terbiasa menjalankan urban farming, menanam di pot-pot, memiliki lahan ataupun tidak sudah tak jadi masalah. Kita sekarang bisa mewujudkan kembali tradisi menjadi masyarakat agraris bahkan di perkotaan padat penduduk. Mimpi Hayu dapat menjadi mimpi kita semua, mewujudkan masyarakat sehat dimulai dari menanam sendiri.   

You Might Also Like

0 komentar: