Film Preman Pensiun,

Preman Pensiun: Lika-Liku Masa Pensiun

03.15 Eva Sri Rahayu 16 Comments



Perjuangan untuk menonton film ini lumayan sulit. Dua hari berturut-turut kehabisan tiket! Dan itu bukan hanya terjadi pada saya, beberapa penonton yang ikut mengantre juga mesti menunda keinginan mereka untuk menyaksikan pertunjukan Kang Mus dan kawan-kawan. Antusiasme penonton memang luar biasa! Soalnya banyak yang datang bersama rombongan teman atau keluarga. Seperti membuktikan bahwa kisah-kisah keseharian dan jalanan selalu layak untuk diangkat. Premis yang ternyata menjanjikan. Rasanya lega ketika akhirnya duduk di dalam studio, melihat laga para preman yang telah pensiun.

Preman Pensiun: Lika-Liku Masa Pensiun

Film Preman Pensiun merupakan kelanjutan dari sinetron tiga season yang ditayangkan mulai tahun 2015 lalu. Sempat agak was-was apakah saya bisa mengikuti ceritanya karena belum pernah menonton serialnya sebelumnya. Ternyata kekhawatiran saya berlebihan. Kisah di film ini utuh dan dapat dimengerti oleh penonton yang awam seperti saya.



Seperti judulnya, film yang skenarionya ditulis dan disutradarai Aris Nugraha ini menceritakan tentang para preman yang memilih pensiun. Cerita digulirkan dari ikrar kepensiunan mereka sebagai preman dengan diwakili pernyataan dari Kang Mus (Epi Kusnandar) untuk mewujudkan tuah pimpinan mereka sebelumnya yaitu Kang Bahar (Alm. Didi Petet) agar anak-anak buahnya ‘memiliki bisnis yang bagus dan juga bisnis yang baik’. Sebuah pembukaan yang tidak basa-basi, apalagi berlanjut ke konflik, yaitu adegan pengeroyokan Dayat oleh tiga preman di pasar baru. Terus terang, pada scene ini suguhan laganya terlihat agak kurang meyakinkan. Tapi tenang… selanjutnya digarap dengan baik. Adegan perkelahian Dayat itu menghadirkan tanda tanya besar. Ada apa? Kenapa?
Namun kemudian, cerita sempat mengalir saja, tidak kokoh pada fondasi. Seperti keluar dari jalur konflik utama dengan menghadirkan sub-sub konflik yang irisannya tampak tidak tebal. Seperti masalah protektifnya Kang Mus pada anak gadisnya--Safira (Maharani Farsya)--yang sedang dekat dengan seorang mahasiswa. Lalu bisnis kicimpring yang sepi pembeli, sampai urusan rumah tangga Dikdik (Andra Manihot) dengan istrinya. Secara garis besar memang semua adegan itu dapat menggambarkan dengan baik apa-apa saja yang dilakukan para preman dalam menjalani kehidupan baru mereka. Meski tampak acak, saya ikut hanyut dalam aliran kisahnya. Memang, bukan berarti konflik utama lepas begitu saja, kisah diikat oleh kehadiran Gobang (Dedi Moch. Jamasari) yang mengumpulkan para preman pensiun untuk satu tujuan pribadi. Kemisteriusan itulah yang kelak dipersiapkan sebagai twist atau gong cerita. Btw, Kang Gobang ini tokoh favorit saya. Kharismatik sekali.

Nonton bareng kembaran

Meski sarat komedi, film Preman Pensiun memberi makna dalam untuk penontonnya. Pada awalnya, penonton diajak banyak tertawa oleh tingkah para tokoh dan dialog mereka. Termasuk saya, tahu-tahu saya menemukan diri sedang tersenyum atau tertawa. Entah berapa kali ledakan tawa terdengar dalam studio, memperlihatkan betapa penonton menikmati suguhan film ini. Kekuatan karakter yang bangunannya kuat dan akting natural para pemainnya menjadi kunci. Kesimpulan saya, cerita memang berfondasi pada pengembangan karakter. Keputusan dan tindakan yang diambil jelas alasan dan motivasinya. Kisah lalu bergerak pada adegan-adegan serius yang menguras air mata. Setidaknya ada empat kali saya menangis.

Konsep dialognya menarik, menyambung dari satu adegan ke adegan. Konsisten hampir dari awal hingga akhir. Walaupun ada beberapa bagian yang agak maksa. Tapi selebihnya terasa mulus. Dialog jugalah yang memiliki peranan penting menyampaikan makna dalam tadi. Disampaikan pada saat yang tepat sehingga bukan menjadi parade kalimat quotable omong kosong. Terasa jleb! Betapa merasuknya kalimat “Setiap pertanyaan harus terjawab di kamu, dan setiap permasalahan harus selesai di kamu”. Kalimat itu bukan hanya cocok untuk kasus dalam film ini, tapi saya menangkap filosofis untuk setiap kita. Bahwa masing-masing kita sering kali memiliki pertanyaan yang sulit dijawab, dan permasalahan yang efeknya menyebar pada orang-orang sekeliling kita.



Saya paling terkesan pada musiknya. Berhasil membangun suasana, dan kental kesundaannya. Apalagi pada adegan perkelahian yang justru memilih latar lagu romansa. Tapi dapat mencekamnya! Ditambah lagi latar film yang mengambil gang-gang, pasar, perumahan warga biasa, dan terminal yang diwarnai dengan indah sehingga menambah kepuitisannya.

Saya menasbihkan sepertiga akhir film sebagai bagian terbaik. Gereget! Klimaks di ending. Saya puas dengan ending-nya, yang bagi saya tidak gantung. Tahu-tahu saya menemukan diri menangis sesenggukan di akhir film. Rasanya tidak rela ketika lampu dinyalakan petugas bioskop.

Bukan rahasia, bahwa keluar dari lubang hitam butuh keberanian besar. Selalu ada lika-liku dan cobaan yang memanggil untuk kembali ke jalan yang lama. Perlu keteguhan, kerja keras, dan dukungan banyak pihak untuk tetap berjalan di rel baru yang dipilih. Kang Mus dan semua anak buahnya menjadi cerminan, betapa kehidupan jalanan memiliki banyak sisi. Jalanan dengan segala dinamikanya menjadi tempat bertumbuh, menemukan keluarga, mencari jati diri dan memakna kehidupan.


Secara keseluruhan menonton ini tidak membuat saya berpikir sedang menonton sinetron. Layak ditonton dan diapresiasi.

3,5 dari 5 bintang.

You Might Also Like

16 komentar:

  1. Hooo sudah lama gak nonton filem indonesia

    BalasHapus
  2. Duh makin pengen nonton film ini, aman buat anak - anak kan?

    BalasHapus
  3. Pengen nonton tapi masih belum leluasa ninggalin bayi 😂 dibawa takut heboh

    BalasHapus
  4. Seneng ya kembaran nonton bareng ketawa bareng hihi

    BalasHapus
  5. Duh, jadi pengen nonton. Cuma aku kurang sreg sama aktor utamanya sekarang, wkwkwk. TFS, Eva

    BalasHapus
  6. Ealaaah, nontonnya barengan ahaha... salam buat akang2 preman yaa

    BalasHapus
  7. Aduuuh, belom sempet nih aku nonton film ini. Aku kangen Kang Mus dan Kang Bahar nih. :D

    BalasHapus
  8. Ketika sinetronnya sedang nge-hits saya sempat nonton beberapa penggal. Di beberapa episode. Saya agak kurang sreg dengan aksen mereka. Menurut saya orang Sunda teu kitu2 teuing lentongna. Eh, tapi gak tahu kalau pas di film. Mungkin ada perubahan

    BalasHapus
  9. Saya suka reviewnya,Teh. Jadi penasaran pengen nonton. Nonton sinetronnya aja saya suka ketawa karena selain menghibur juga realitas yg terjadi skrg banget 😊

    BalasHapus
  10. Wah Fathir udah ngajakin nonton film ini, tapi belum kesampaian terus nih Va. Fathir rajin nonton sinetronnya di TV kalo sore hehehe.

    Kangen ama karakter Didi Petet yah

    BalasHapus
  11. Saya termasuk yang suka nonton versi sinetronnya. Dan memang udah suka dengan jalan ceritanya. Sempat khawatir juga, gimana dengan filmnya? Takut gak sebagus sinetronnya. Tapi ternyata memang bagus ya...jadi pengen nonton filmnya ..

    BalasHapus
  12. Dari jaman seriesnya aku suka banget nonton preman pensiun, sederhana dan dapet maknanya. Penasaran teh ingin nonton versi movienya juga. Seru banget ya pasti 😁

    BalasHapus
  13. Pas nonton ini aku kebagian row kedua dari depan, Va. Males kalau nunggu nanti mah, yaudah dijabanin aja. Salam olahraga hahahaha

    BalasHapus
  14. Wah udah ada di bioskop ya, dulu suka nonton waktu masih di TV

    BalasHapus