Berkebun,

Cerita Kebun: Misi Penyelamatan Cendana dan Panen Pertama

02.07 Eva Sri Rahayu 0 Comments



Meski sejak kecil kepengin punya rumah pohon di kebun, tak terbesit keinginan merawat kebunnya sendiri. Jiwa bercocok tanam saya sungguh lemah. 😭 Dulu paling banter saya mencabuti rumput kalau tingginya sudah membuat orang berpikir pekarangan rumah saya hutan belantara. Kadang-kadang menyiram tumbuhan karena takut mereka mati, itupun dilakukan dengan cepat. Sampai suatu ketika di masa pandemi ini saya belajar menanam dengan tujuan ketahanan pangan.




Sebenarnya Aji dari tahun lalu sering mengajak saya merawat kebunnya yang sesungguhnya kumpulan pot, berhubung rumah kami tidak ada lahan tanahnya. Tapi saya selalu tak tergerak. Bila sesekali Aji kelelahan kemudian meminta saya menyiram tanamannya, saya melakukannya setengah hati. Aji bilang bercocok tanam itu bisa melembutkan hati dan terapi jiwa. Saya paham, tapi belum merasakan panggilan untuk melakukannya. Dalam usaha Aji menarik saya dalam dunia perkebunan, dia menawari saya membeli satu bibit. Saya memilih urang-aring. Tapi... tragisnya, saya gagal menanam urang-aringnya. Hanya sebulan saja tanaman itu mati. Beda cerita memang kalau motivasi datang dari diri, keinginan bertahan di masa pandemi membuat saya benar-benar menyukai saat-saat tanah mengotori tangan. Kejutannya para bibit bisa tumbuh. Saya melihat mereka seperti bayi-bayi harapan. Rupanya saya jatuh sayang pada para bibit yang berubah jadi kecambah. Melihat mereka berkembang dari hari ke hari sungguh membuat hati hangat. Jadilah saya suka berkebun. Ternyata banyak cerita dari berkebun yang buat saya pengalaman baru mengesankan.

Para biji imut


Misi Penyelamatan Cendana
 
Ceritanya dulu Aji dikasih 2 bibit cendana. Bayi-bayi cendana yang ditanam di pot itu lalu tumbuh dan berbuah di usianya yang keenam bulan. Kini 2 cendana itu sudah berumur 3 tahun. Saya pernah mencicipi buahnya tahun lalu--dan enggak ngeuh kalau seistimewa itu makan buah cendana. Rasanya manis....
Buah-buahnya berjatuhan lalu muncullah banyak cendana kecil. Mereka tumbuh berdempetan di satu pot. Beberapa di antaranya sudah ada yang mengadopsi.


Bayi-bayi cendana waktu masih di satu pot

Terus terang saja, saya dulu tak mempedulikan keadaan mereka. Padahal Aji sering menceritakan perkembangan cendananya, saya cuman manggut-manggut aja. Namun, setelah mulai bercocok tanam, dari awalnya saya hanya merawat para kecambah  hingga merembet ke tumbuhan Aji. Akhirnya para cendana mini mendapat perhatian saya. Lama-lama jatuh kasihan melihat mereka terhambat pertumbuhannya. Bahkan beberapa mati. Kami lalu berjanji suatu saat akan melakukan misi penyelamatan cendana. 


Para cendana yang sudah dipindahkan ke pot khusus
 
Misi itu terlaksana pada suatu malam. Para cendana kami rencah ke beberapa pot. Awalnya saya taksir membutuhkan 2 pot besar. Ternyata jumlah mereka lebih banyak dari dugaan sehingga kami pisahkan ke dalam 5 pot. Semoga mereka tumbuh besar dengan gembira hingga kami akan sibuk lagi menyiapkan pot-pot besar untuk masing-masingnya. Atau kalau kata Aji, bisa memberi mereka tanah untuk bertumbuh bebas.

Panen Bayam Pertama

Bibit-bibit yang kami tanam merupakan hasil pemberian, dan kadang kami bertukar bibit. Beberapa yang ditanam itu bayam merah, kangkung, ginseng, caisim, wortel, kacang panjang, sampai duren montong. Semuanya ditanam di pot meskipun tanaman besar.

Para kecambah bayam merah ditabur di plastik kecil


Tiap hari pas disiram, mereka diajak ngobrol, "Waaah... Bayem cantik-cantik, pinter-pinter tumbuhnya." Atau dinyanyiin lagu karangan sendiri--tolong jangan bayangin lirik puitis dan diksi bagus, soalnya sederhana banget--dengan suara fales, "Tumbuh-tumbuh yang tinggi, yang sehat dan kuat. Tumbuh dengan gembira yang riang dan keren!" Sampai satu waktu tetangga keluar rumah ngeliatin tingkah aneh saya. 




Ada satu pohon sakura mini yang enggak juga mau berkembang, sejak beli bibit keadaannya stagnan begitu aja. Entah kebetulan entah beneran, setelah sering dinyanyiin, sakura mini, akhirnya mau tumbuh. Terharu banget sakura mini tersentuh sama nyanyian sederhana itu. 😭😭😭 Beda lagi sama pohon leci yang malah mati. 😭😭😭

Bayam sudah makin besar

Lama kelamaan bayam merah sudah berdaun lebat dan besar, tampaknya siap dipanen. Cuman karena jatuh sayang dan terharu sama para kecambah yang tumbuh dari biji dengan hebat, jadi enggak tega buat makannya. Meskipun suka kesel liat Brandes (kucingnya Aji) makanin mereka terus. Perjalanan saya dan para bayam merah tak selalu mulus. Pernah satu kali saya alpa mengurus mereka selama dua hari. Satu pot bayam layu semua. Lekas-lekas saya siram sambil meminta maaf, saya sampaikan juga harapan agar mereka mau kembali tumbuh. Sekitar beberapa jam kemudian, mereka sudah tegak lagi meski tak sesegar sebelumnya. Sungguh, semangat hidup mereka luar biasa. 



Kembali ke cerita panen, akhirnya saya memberanikan diri setelah pengalaman memanen sirih-sirih Aji yang ketika dipanen malah tumbuh makin bagus. Sebelum dipetik minta izin dan berterima kasih dulu sama para bayam. Lalu dimasak sama mie--yang masaknya Aji sih, hehe. Rasanya enaaaaak banget! Jadi inget salah satu episode anime Born To Cook yang nyeritain rahasia masakan enak seorang koki karena bahannya diambil dari kebun sendiri. 


Besar-besar ya daunnya

Saya juga teringat tentang sida tongton pasamoan agung. Selembar daun saja telah melewati perjalanan panjang hingga akhirnya tersaji di piring. Setiap makanan yang kita makan adalah kehidupan yang kelak menyatu dengan diri kita. Bahwa tiap kehidupan itu harus kita hormati dengan menjadikan diri kita berguna. Pada proses mereka bertumbuh, pada rasa di lidah, pada energi yang mengalir dalam diri, kita belajar mengenai kehidupan.


Bayam dan daun ginseng dimasak sama Aji

You Might Also Like

0 komentar: